Minggu, 27 Agustus 2017


Do'a agar anak sholat dengan kesadaran sendiri


Bagaimana membuat anak-anak kita Sholat dengan kesadaran. Mari kita lihat bagaimana kita bisa merubah ini semua ~ biidznillah
Seorang adik ipar berkisah: “Aku akan menceritakan satu kisah yang terjadi padaku.”
Suatu ketika saya ditinggalkan istri tercinta 30 Agustus 2016, adik ipar nelpon saya lepas magrib, bahwa dia punya anaknya yang masih kecil mengerjakan sholat tidak harus disuruh .
Aku berkata padanya “Bagaimana anak-anakmu bisa sholat dengan kesadaran mereka tanpa berdebat dan tanpa perlu diingatkan ?
Ia menjawab: aku hanya ingin mengatakan padamu bahwa sejak jauh punya anak  selalu memanjatkan DO’A ini… dari surat Ibrahim ayat 40 dan 41 dan sampai saat ini pun aku masih tetap bedo’a dengan DO’A tersebut.
Setelah aku mendengarkan kebiasaannya, aku selalu tanpa henti berdoa dg do’a ini. Dalam sujudku… Saat sebelum salam… Ketika sholat wajib dan sunnah … Dan atau disetiap waktu2 mustajab…
saudara-saudaraku…
Anakku saat ini telah duduk dibangku kuliah di UPI Bandung . Sejak aku memulai berdoa dengan doa itu, anakku datang kerumah, dengan tanpa disuruh setiap waktu sholat selalu mengerjakannya, Alhamdulillah.. anaku selalu menjaga sholatnya. Mudah mudahan anaku yang sudah ditinggalkan ibunya selalu beribadah sholat.
Aku tahu anda semua penasaran ingin mengetahui doa apakah itu?
Yaaa.. doa ini ada di QS.Ibrahim: 40

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء)


Rabbij’alni muqimas salati wamin zurriyati rabbana wataqobbal du’a
“Ya Robbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yg tetap melaksanakan sholat… Ya Robb kami , perkenankanlah doaku” (QS. Ibrahim: 40 )
Surah Ibrahim 41)
ربنا اغفر لي ولوالدي وللمؤمنين يوم يقوم الحساب
Yaa… Doa… Doa… dan Doa…
Baca selalu doa ini untuk anak-anakmu, biidznillah mereka akan selalu berada dalam penjagaan dan perlindungan Allah Ta’ala.. Aamiin.

Senin, 14 Agustus 2017



Do’a terhindar dari lilitan hutang


Abu Said Al-Khudhri radhiyallahu ’anhu bertutur: “Pada suatu hari Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam masuk masjid. Tiba-tiba ada seorang sahabat bernama Abu Umamah radhiyallahu ’anhu sedang duduk di sana. Beliau bertanya: ”Wahai Abu Umamah, kenapa aku melihat kau sedang duduk di luar waktu sholat?” Ia menjawab: ”Aku bingung memikirkan hutangku, wahai Rasulullah.” Beliau bertanya: ”Maukah aku ajarkan kepadamu sebuah do’a yang apabila kau baca maka Allah ta’aala akan menghilangkan kebingunganmu dan melunasi hutangmu?” Ia menjawab: ”Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, ”Jika kau berada di waktu pagi maupun sore hari, bacalah do’a:


اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ

”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.”

Kata Abu Umamah: ”Setelah membaca do’a tersebut, Allah ta’aala berkenan menghilangkan kebingunganku dan membayarkan lunas hutangku.” (HR Abu Dawud 4/353)


Sabtu, 12 Agustus 2017



Definisi iman menurut Aswaja 

Menurut bahasa iman bererti pembenaran hati. Sedangkan menurut istilah, iman adalah:

تَصْدِيْقٌ بِاْلقَلْبِ، وَإِقْرَارٌ بِاللِّسَانِ، وَعَمَلٌ بِاْلأَرْكَانِ 
.
“Membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan.”
Ini adalah pendapat jumhur. Dan Imam Syafi’i meriwayatkan ijma’ para sahabat, tabi’in dan orang-orang sesudah mereka yang sezaman dengan beliau atas pengertian tersebut.
Penjelasan Definisi Iman
“Membenarkan dengan hati” maksudnya menerima segala apa yang dibawa oleh Rasulullah saw.
“Mengikrarkan dengan lisan” maksudnya, mengucapkan dua kalimah syahadat, syahadat “Laa ilaha illallahu wa anna Muhammadan Rasulullah” (Tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah dan bahawa Muhammad صلى الله عليه و سلم adalah utusan Allah)
“Mengamalkan dengan anggota badan” maksudnya, hati mengamalkan dalam bentuk keyakinan, sedang anggota badan mengamalkannya dalam bentuk ibadah-ibadah sesuai dengan fungsinya.
Kaum salaf menjadikan amal termasuk dalam pengertian iman. Dengan demikian iman itu boleh bertambah dan berkurang seiring dengan bertambah dan berkurangnya amal soleh.
Dalil-dalil Para Salaf
Para salaf bersandar kepada pelbagai dalil, diantaranya adalah:
  • Firman Allah swt:
“Dan tiada kami jadikan penjaga Neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cubaan orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang-orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang mukmin tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (menyatakan), ‘Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?” (Al-Muddatstsir: 31).
  • Firman Allah swt :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gementarlah hati mereka, dan apabila di-bacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (kerananya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (iaitu) orang-orang yang mendirikan solat dan yang menafkahkan se-bagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.” (Al-Anfal: 2-4). 
  • Sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, ia berkata bahawasanya Rasulullah saw.  bersabda:
“Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih yang paling utama adalah ucapan “la ilaha illallahu” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedang rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman.” (HR. Muslim, 1/63).
  • Sabda Rasulullah saw.  , riwayat Abu Sa’id Al-Khudry, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw.  bersabda:
“Siapa yang melihat kemungkaran di antara kalian, maka hen-
daklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika ia tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim, 1/69).

Bagaimana Dalil-dalil Tersebut Menunjukkan bahwa Iman Dapat Bertambah dan Berkurang
Dalil Pertama:

Di dalamnya terdapat penetapan bertambahnya iman orang-orang mukmin, iaitu dengan persaksian mereka akan kebenaran nabinya berupa terbuktinya khabar beritanya sebagaimana yang tersebut dalam kitab-kitab samawi sebelumnya.

Dalil kedua:

Di dalamnya terdapat penetapan bertambahnya iman dengan mendengarkan ayat-ayat Allah bagi orang-orang yang disifati oleh Allah, iaitu mereka yang jika disebut nama Allah tergeraklah rasa takut mereka sehingga mengharuskan mereka menjalankan perintah dan menjauhi larangannya. Mereka itulah orang-orang yang bertawakkal kepada Allah. Mereka tidak mengharapkan selainNya, tidak menuju kecuali kepadaNya dan tidak mengadukan hajatnya kecuali kepada-Nya. Mereka itu orang-orang yang memiliki sifat selalu melaksanakan amal ibadah yang di syariatkan seperti solat, puasa dan zakat. Mereka adalah orang-orang yang benar-benar beriman, dengan tercapainya hal-hal tersebut baik dalam i’tiqad mahupun amal perbuatan.

Dalil ketiga:

Hadith ini menjelaskan bahawa iman itu terdiri dari cabang-cabang yang bermacam-macam, dan setiap cabang adalah bahagian dari iman yang keutamaannya berbeza-beza, yang paling tinggi dan paling utama adalah ucapan “la ilaha illallah” kemudian cabang-cabang sesudahnya secara berurutan dalam nilai dan fadhilah-nya sampai pada cabang yang terakhir iaitu menyingkirkan rintangan dan gangguan dari tengah jalan. Adapun cabang-cabang antara keduanya adalah solat, zakat, puasa, haji dan amalan-amalan hati seperti malu, tawakkal, khasyyah (takut kepada Allah) dan sebagainya, yang kesemuanya itu dinamakan iman.
Di antara cabang-cabang ini ada yang berupaya membuat lenyapnya iman apabila ia ditinggalkan, menurut ijma’ ulama; seperti dua kalimat syahadat. Ada pula yang tidak sampai menghilangkan iman menurut ijma’ ulama apabila ia ditinggalkan; seperti menyingkirkan rintangan dan gangguan dari jalan.
Seiring dengan pengamalan cabang-cabang iman itu, baik dari segi kuantiti mahupun kualitinya, maka iman boleh bertambah dan boleh berkurang.

Dalil keempat:

Hadith Muslim ini menuturkan tingkatan-tingkatan nahi munkar dan keberadaannya sebagai bahagian dari iman. Ia menafikan (meniadakan) iman dari seseorang yang tidak mahu melakukan tingkatan terendah dari tingkatan nahi munkar iaitu mengubah kemungkaran dengan hati. Sebagaimana disebutkan dalam sebagian riwayat Hadith:
“Dan tidak ada sesudahnya sebiji sawi pun dari iman.” (HR. Muslim, Kitab Al-Iman, Bab Bayanu Kurhin Nahyi Anil Mungkar).

Sabtu, 01 Juli 2017



 Imam berucap sebelum melakukan solat

Di antara imam ada yang mengatakan: “Istawuu wa’tadiluu (lurus dan rapatkan).” Dan setelah itu langsung takbir dan masuk shalat, padahal barisan masih bengkok bahkan bisa jadi masih terdapat barisan yang kosong (renggang). Lalu di antara para imam itu ada yang mengerjakan shalat dengan barisan yang berantakan dan tidak lurus. Dan ada juga di antara jama’ah yang masih terus meluruskan barisannya sampai imam sudah selesai membaca al-Fatihah.
Dan itu jelas kesalahan yang parah dari seorang imam. Seharusnya dia sendiri yang melurus-kan barisan atau mewakilkan kepada seseorang untuk merapikan dan meluruskan barisan. Dan baru setelah barisan lurus dan rapat, maka dia bisa mulai beri’tidal, bertakbir dan masuk shalat.
Yang demikian itu karena pelurusan dan pe-rapian barisan termasuk bagian dari shalat yang memang diperintahkan melalui firman Allah Ta’ala berikut ini:

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ 

“… Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar…” [Al-‘Ankabuut: 45]
Dan telah ditegaskan di dalam kitab ash-Shahiihain dari hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاَةِ 
.
“Luruskanlah barisan kalian, karena pelurusan barisan merupakan bagian dari penegakkan shalat.”
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang merapikan dan meluruskan barisan sebelum memulai mengerjakan shalat.
سَوُّوا صُفُوْفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوْفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاَةِ

“Luruskan shaf-shaf kalian, karena meluruskan shaf termasuk bagian dari mendirikan shalat.” (H.R Al Bukhari)
https://era-m.us/fckfiles/image/abfoto/gb2.jpg



Muslim telah meriwayatkan di dalam kitab Shahiihnya:
 
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ يُسَوِّي صُفُوفَنَا حَتَّى كَأَنَّمَا يُسَوِّي بِهَا الْقِدَاحَ 
.
“Dari Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa meluruskan barisan kami sehingga seakan-akan beliau meluruskan anak panah.”
Dan dalam riwayat an-Nasa-i dengan sanad hasan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa meluruskan barisan seperti meluruskan anak panah.[3]
Dan Muslim juga meriwayatkan di dalam kitab Shahiihnya:

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ اْلأَنْصَارِي z قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ J يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَـا فِي الصَّلاَةِ وَيَقُولُ اسْتَوُوا 
.
“Dari Abu Mas’ud al-Anshari Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memegang bahu kami ketika akan shalat seraya berucap, ‘Luruskanlah.’”
[Disalin dari kitab kitab al-Kali-maatun Naafi’ah fil Akhthaa’ asy-Syaai’ah, Bab “75 Khatha-an fii Shalaatil Jumu’ah.” Edisi Indonesia 75 Kesalahan Seputar Hari dan Shalat Jum’at, Karya Wahid bin ‘Abdis Salam Baali. Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]



Sawu sufufakum fainna tiyatas sufuu min tamamish sholah, luruskan dan rapatkan barisan sholat, karena menjadi penyempurna sholat,